TIMES TALIABU, YOGYAKARTA – Senyum bahagia tak bisa disembunyikan dari wajah Varen Syifa Maudina (19), mahasiswi baru Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM).
Lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Varen diterima di Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian tanpa harus membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) alias gratis 100 persen.
Di balik keberhasilannya, berdiri sosok ibu yang menjadi tulang punggung sekaligus pahlawan dalam hidupnya.
Sejak bayi, Varen hidup tanpa kehadiran ayah. Ibunya, Siti Darojah (53), mengambil alih semua peran, dari pengasuh hingga pencari nafkah.
Pasca gempa bumi 2007 yang memporakporandakan usaha keluarga, Siti memutuskan berjualan di kantin sekolah dasar di Jetis, Bantul, demi memenuhi kebutuhan kedua anaknya. "Fokus saya cuma satu, masa depan anak-anak," ujar Siti, Rabu (18/6/2025).
Hidup sederhana sejak kecil, Varen tumbuh menjadi pribadi mandiri. Ia sudah terbiasa bangun pagi buta untuk membantu sang ibu menyiapkan jualan. Bahkan, sejak SD ia ikut menitipkan dagangan ke kantin sekolahnya sendiri, bukan hanya karena membantu, tapi juga agar tidak jadi bahan pertanyaan soal keluarga.
“Dari SD sampai SMA, sekolah Varen jauh dari rumah. Itu pilihan saya supaya dia nyaman dan nggak merasa tertekan kalau ditanya soal ayahnya,” tutur Siti haru.
Cinta Varen pada ilmu pengetahuan, khususnya kimia, sudah terlihat sejak SMP. Saat teman-temannya belajar di bimbel mahal, Varen memilih jalur belajar mandiri: les murah, belajar daring, dan tentu saja, doa ibunya. Ia menjadikan UGM sebagai target utama.
“Ibu saya nggak pernah melarang apa pun. Selalu mendukung dan memberi saya kebebasan untuk memilih,” kata Varen.
Meski dikenal pendiam, Varen punya segudang prestasi. Ia kerap menempati peringkat atas di sekolah, serta menjuarai lomba menggambar sejak kecil. Guru dan teman-temannya mengenalnya sebagai sosok yang peduli dan sopan.
“Anaknya memang pendiam, tapi peka. Baik sama keluarga, juga sama teman-temannya,” ucap Siti.
Nilai-nilai kejujuran, kemandirian, dan kerendahan hati menjadi prinsip hidup yang diwariskan sang ibu. Bahkan, di tengah keterbatasan ekonomi, Varen dibiasakan untuk tetap berbagi.
Kini, sebagai mahasiswa baru UGM, ia menyimpan impian besar: melanjutkan studi hingga S-2 dan bekerja di pemerintahan atau BUMN.
“Saya ingin membuktikan ke ayah saya bahwa anak yang ditinggalkannya bisa jadi orang hebat. Saya dan kakak bisa kuliah,” ungkapnya penuh semangat.
Kisah Varen adalah potret kekuatan doa dan keteguhan seorang ibu. Di balik pencapaian akademik yang membanggakan, ada peluh dan cinta tak bersyarat. Cerita ini menjadi bukti bahwa keterbatasan bukan halangan untuk bermimpi dan meraih prestasi.
“Untuk siapa pun yang sedang berjuang, nikmati saja prosesnya. Karena nanti, akan ada masa di mana kita bangga pada hasil dari setiap tetes usaha,” papar Varen. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kisah Varen, Anak Pedagang Kantin yang Lolos Kuliah Gratis di UGM Berkat Doa Ibu
Pewarta | : A. Tulung |
Editor | : Ronny Wicaksono |